Literasi Pojok Pengawasan Vol.4: Pengawasan Pemilu Inklusif; Strategi Advokasi dan Afirmasi Kelompok Rentan dan Masyarakat Marginal.
|
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tegal mengikuti Literasi Pojok Pengawasan edisi ke-4 ini, dengan tema “Pengawasan Pemilu Inklusif; Strategi Advokasi dan Afirmasi Kelompok Rentan dan Masyarakat Marginal”, yang menyoroti pentingnya memastikan setiap warga negara—tanpa terkecuali—dapat berpartisipasi aktif dalam seluruh tahapan pemilu pada Senin, 4 Agustus 2025. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terus mengukuhkan komitmennya dalam mewujudkan pemilu yang inklusif, adil, dan partisipatif.
Pemilu inklusif dimaknai sebagai proses pemilihan yang memberikan kesempatan setara bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, masyarakat adat, komunitas marginal, dan kelompok rentan lainnya, untuk berperan sebagai pemilih, calon, maupun penyelenggara pemilu. Prinsip ini sejalan dengan amanat UUD 1945, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menegaskan kesetaraan hak politik dan larangan diskriminasi.
Bawaslu di berbagai daerah telah mengembangkan langkah strategis demi memastikan inklusivitas terwujud. Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur, misalnya, aktif melibatkan komunitas perempuan dan disabilitas dalam program sosialisasi dan pengawasan partisipatif. Forum warga tematik, kampung pengawasan partisipatif, hingga kerja sama dengan organisasi disabilitas menjadi langkah konkret yang dijalankan untuk membuka ruang partisipasi luas bagi kelompok rentan.
Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Blora mengedepankan strategi berbasis advokasi dan afirmasi. Langkah tersebut meliputi pemetaan dan identifikasi kebutuhan khusus pemilih difabel, advokasi aksesibilitas TPS, pendampingan sah bagi pemilih disabilitas, hingga pendekatan kultural kepada komunitas Sedulur Sikep. Bawaslu Blora juga mendorong keterwakilan perempuan minimal 30% di tingkat penyelenggara serta mengedepankan sosialisasi ramah gender
Kelompok rentan kerap menghadapi hambatan berupa minimnya informasi yang aksesibel, lokasi TPS yang sulit dijangkau, kurangnya pemahaman petugas, hingga diskriminasi sosial-budaya. Oleh karena itu, strategi afirmasi yang dilakukan Bawaslu diarahkan untuk menghapus hambatan tersebut melalui edukasi politik, komunikasi yang efektif, dan pelibatan komunitas lokal sebagai mitra pengawasan.
Pengawasan pemilu inklusif bukan hanya tugas Bawaslu, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Diperlukan sinergi antara negara, masyarakat sipil, komunitas lokal, dan pemilih itu sendiri agar setiap suara memiliki kesempatan yang sama untuk didengar dan dihitung.