Keadilan Elektoral Ditegakkan: Sengketa antara Peserta dan Penyelenggara Pemilu Tuntas
|
Sengketa proses Pemilu merupakan mekanisme hukum yang memberikan kesempatan bagi peserta Pemilu untuk memperoleh keadilan ketika merasa dirugikan oleh keputusan atau tindakan penyelenggara Pemilu. Proses ini menjadi bagian penting dalam memastikan terselenggaranya Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Dalam sengketa proses, pihak yang terlibat terdiri dari Pemohon dan Termohon.
Pemohon adalah peserta Pemilu, baik partai politik, calon anggota legislatif, maupun pasangan calon, yang merasa dirugikan atas keputusan atau tindakan penyelenggara Pemilu.
Termohon adalah penyelenggara Pemilu (KPU) yang mengeluarkan keputusan, surat, atau berita acara yang dianggap merugikan Pemohon.
Objek sengketa biasanya berupa keputusan atau tindakan penyelenggara Pemilu, seperti penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), hasil verifikasi partai politik, atau proses pencalonan. Penyelesaian sengketa ini dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu mediasi dan ajudikasi.
Apabila mediasi berhasil, akan diterbitkan putusan mediasi yang bersifat final dan mengikat bagi kedua pihak, serta wajib dilaksanakan oleh KPU paling lambat tiga hari kerja sejak ditetapkan. Namun, apabila mediasi tidak berhasil, proses dilanjutkan ke ajudikasi yang digelar dalam sidang terbuka oleh majelis pemeriksa.
Putusan ajudikasi dapat berupa:
Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya atau sebagian;
Menolak permohonan Pemohon; atau
Menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
Melalui mekanisme penyelesaian sengketa proses Pemilu, prinsip transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Pemilu dapat terjaga. Proses ini juga memastikan bahwa setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk memperjuangkan haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian sengketa proses bukan hanya soal menang atau kalah, melainkan bagian dari upaya bersama menjaga integritas Pemilu dan memperkuat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia.