Bawaslu Gelar Diskusi Pendalaman Materi Pendidikan Pengawas Partisipatif Daring 2025
|
Slawi (3/11) — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar kegiatan Diskusi Pendalaman Materi Pendidikan Pengawas Partisipatif (P2P) Daring Tahun 2025 yang diikuti oleh peserta dari empat daerah, yakni Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Kegiatan ini menjadi wadah pembelajaran bersama bagi jajaran Bawaslu dan peserta program P2P dalam memperdalam pemahaman mengenai pengawasan partisipatif sebagai pilar penting demokrasi.
Dalam pemaparan materi yang disampaikan oleh Ibu Sri Anjarwati (Anggota Bawaslu Kabupaten Tegal) bertema “Pengembangan Gerakan Pengawas Partisipatif”, narasumber menjelaskan bahwa pengawasan partisipatif berakar pada prinsip demokrasi partisipatif sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ditekankan bahwa masyarakat tidak hanya berperan sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas dalam setiap tahapan pemilu.
Pengawasan partisipatif, menurut pemateri, mengedepankan nilai-nilai kesukarelaan, kolaborasi, dan keberlanjutan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan antara lain sosialisasi, pendidikan pengawas partisipatif, forum warga, pojok pengawasan, kerja sama dengan perguruan tinggi, serta penguatan komunitas digital dan kampung pengawasan.
Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta mengajukan pertanyaan terkait strategi pelibatan penyandang disabilitas dalam pengawasan partisipatif, peran teknologi dalam pengawasan, serta upaya memperluas literasi digital di masyarakat.
Bawaslu Kabupaten Tegal menjelaskan bahwa pihaknya secara konsisten melibatkan komunitas difabel dalam berbagai kegiatan P2P serta menjalin kolaborasi dengan Dinas Sosial untuk memastikan data dan hak pilih penyandang disabilitas tetap terjaga. Bahkan, dalam beberapa kegiatan, Bawaslu telah menghadirkan juru bahasa isyarat sebagai bentuk dukungan terhadap aksesibilitas.
Sementara itu, dalam menanggapi isu pemanfaatan teknologi, narasumber menegaskan bahwa media sosial dan platform digital menjadi instrumen penting dalam memperluas jangkauan edukasi dan memperkuat komunikasi jejaring pengawas partisipatif di berbagai daerah.
Kegiatan ini diakhiri dengan penegasan bahwa gerakan pengawas partisipatif bukan hanya program kerja, melainkan gerakan kesadaran bersama masyarakat untuk menjaga kejujuran dan keadilan pemilu. Masyarakat diharapkan dapat menjadi “mata, telinga, dan hati” dalam setiap tahapan demokrasi.