Gus Dur, Bapak Pluralisme dan Peletak Fondasi Keadilan Demokrasi
|
Sosok KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur dikenang sebagai tokoh bangsa yang kontribusinya melampaui masa jabatannya yang singkat sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia. Ia dijuluki sebagai Bapak Pluralisme berkat komitmennya yang teguh terhadap keberagaman, serta upayanya yang signifikan dalam memperkuat keadilan dan demokrasi pasca-Reformasi.
Pluralisme: Membela Hak-Hak Minoritas
Gus Dur memandang pluralisme bukan hanya sekadar mengakui adanya perbedaan (pluralitas), melainkan sebuah kesadaran untuk menghargai, menghormati, dan membela hak-hak setiap kelompok, tanpa memandang suku, agama, atau etnis. Kontribusi nyatanya dalam menjunjung pluralisme antara lain:
Pengakuan Etnis Tionghoa: Salah satu kebijakan Gus Dur yang paling revolusioner adalah mencabut diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Ia secara resmi mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 yang melarang perayaan tradisi Tionghoa.
Imlek sebagai Hari Libur Nasional: Pada masa pemerintahannya, Gus Dur menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif, yang kemudian ditingkatkan menjadi hari libur nasional. Langkah ini merupakan bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan dan hak-hak warga negara keturunan Tionghoa.
Pembelaan Kemanusiaan: Jauh sebelum dan selama menjabat, Gus Dur konsisten membela kelompok minoritas yang tertindas, menunjukkan bahwa keimanan sejati harus bersumbu pada kemanusiaan dan keadilan di atas segalanya.
Keadilan Demokrasi: Membuka Keran Kebebasan
Gus Dur dikenal sebagai sosok yang lantang mengkritik otoritarianisme Orde Baru, menjadikannya salah satu proklamator demokrasi di Indonesia. Meskipun masa kepemimpinannya penuh gejolak, ia berhasil meletakkan fondasi penting bagi proses demokratisasi:
Jaminan Kebebasan: Pemerintahan Gus Dur menjamin kebebasan berpendapat, berorganisasi, dan berkeyakinan. Baginya, esensi demokrasi adalah memanusiakan manusia dengan segala jati dirinya.
Kedaulatan Hukum: Gus Dur menekankan pentingnya kedaulatan hukum sebagai pilar utama demokrasi. Konstitusi harus berfungsi sebagai pembatas kekuasaan negara dan penjamin perlindungan hak-hak warga negara dari kesewenang-wenangan.
Pendekatan Dialogis: Dalam penyelesaian konflik, seperti masalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Gus Dur memilih pendekatan dialog alih-alih kekerasan militer, sebuah langkah humanis yang membuka jalan bagi penyelesaian konflik yang lebih damai.
Kontribusi Gus Dur dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, pluralisme, dan demokrasi ini diakui secara luas, bahkan belakangan ini mengantarkannya pada penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Warisannya terus hidup melalui pemikiran-pemikiran cemerlang dan teladan sikapnya yang mengedepankan toleransi, inklusivitas, dan keberanian moral.