Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Kabupaten Tegal Ikuti Diskusi "Selasa Menyapa": Belajar dari Pengawasan PSU di Pulau Taliabu

Bawaslu Kabupaten Tegal Ikuti Diskusi "Selasa Menyapa": Belajar dari Pengawasan PSU di Pulau Taliabu

Bawaslu Kabupaten Tegal Ikuti Diskusi "Selasa Menyapa": Belajar dari Pengawasan PSU di Pulau Taliabu

Tegal – Selasa, 8 Juli 2025
Bawaslu Kabupaten Tegal kembali mengikuti forum diskusi hukum “Selasa Menyapa” yang rutin digelar oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan kali ini menghadirkan Adrian Yoro Naleng, Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Provinsi Maluku Utara, yang membagikan pengalaman empiris dan kajian hukum atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Pulau Taliabu.

Adrian menegaskan kembali bahwa tugas utama Bawaslu adalah menjamin keadilan pemilu. “Bawaslu harus hadir pada setiap tahapan. Setiap laporan yang masuk perlu ditindaklanjuti secara serius,” tegasnya.

Paparan Adrian berfokus pada perkara PHPU Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berujung pada perintah PSU di beberapa TPS. Perkara ini mencuat akibat berbagai dugaan pelanggaran, seperti penggunaan ijazah yang belum disetarakan, netralitas ASN, politik uang, dan yang paling krusial—adanya pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari sekali serta pemilih yang tidak berhak namun tetap diberikan kesempatan memilih.

Fokus diskusi menyoroti temuan pengawasan yang akhirnya dinilai terbukti oleh MK, yakni pelanggaran administratif berupa daftar pemilih yang bermasalah. Berdasarkan ketentuan Pasal 112 ayat (2) UU Pilkada dan SE Bawaslu Nomor 117 Tahun 2024, pelanggaran tersebut menjadi dasar Bawaslu Pulau Taliabu untuk mengeluarkan 11 rekomendasi PSU. Namun, rekomendasi tersebut tidak seluruhnya ditindaklanjuti oleh KPU setempat dengan alasan non exceutable.

Selain itu, Adrian juga menggarisbawahi pentingnya konsistensi antara norma hukum dengan kenyataan di lapangan. Pilkada sebagai aktivitas politik diatur dalam kerangka hukum pemilu, dan mekanisme electoral justice semestinya mampu menjawab residu atau permasalahan dalam tahapan yang tidak terselesaikan secara administratif maupun teknis.

Diskusi ini juga mengangkat refleksi mendalam tentang pentingnya peningkatan kapasitas SDM pengawas, asistensi, penguasaan data, dan koordinasi antartingkat penyelenggara.  

Sebagai tambahan, diskusi ini juga memunculkan harapan agar ke depan terjadi kodifikasi atau revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan. Saat ini, UU Pemilu sudah cukup rinci mengatur PSU, sedangkan UU Pemilihan belum mengatur secara detail. Langkah progresif Bawaslu yang memperlakukan prinsip pengawasan Pilkada secara mutatis mutandis dengan Pemilu menjadi solusi sementara yang patut diapresiasi, sembari menunggu pengaturan yang lebih komprehensif.